Kelangkaan Mitan di Malra dan Kota Tual Berulang: Siapa yang Bermain?


Langgur,
Lintas-Timur.co.id - Krisis kelangkaan minyak tanah (Mitan) di Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual kembali terjadi. Memasuki hampir dua pekan, warga di dua daerah ini semakin kesulitan mendapatkan Mitan yang menjadi sumber energi utama rumah tangga. Sekitar 95 persen masyarakat masih bergantung pada Mitan untuk memasak, sehingga kelangkaan ini langsung memukul kebutuhan dasar masyarakat.


Fenomena seperti ini bukan pertama kali terjadi. Polanya hampir selalu berulang menjelang hari-hari besar seperti Idul Fitri maupun Natal dan Tahun Baru. Namun, hingga kini belum ada langkah strategis yang mampu menghentikan krisis musiman tersebut.

Pertamina Bantah Ada Kelangkaan, Fakta Lapangan Berbeda

Hasil penelusuran Lintas-Timur.co.id menunjukkan masyarakat harus berkeliling mencari Mitan karena banyak pangkalan kehabisan stok sebelum jadwal distribusi berikutnya. Antrean panjang dan keluhan warga terlihat di berbagai titik.

Di sisi lain, Pertamina melalui beberapa pertemuan dengan DPRD Malra dan DPRD Kota Tual menyatakan tidak ada kelangkaan pasokan untuk wilayah tersebut. Pernyataan itu bertolak belakang dengan kondisi nyata yang dirasakan masyarakat dalam dua pekan terakhir.

RDP Berulang, Solusi Tidak Pernah Tampak

DPRD Malra dan Kota Tual telah berulang kali menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pertamina, termasuk yang terakhir pada Oktober 2025. Namun hasilnya dinilai publik tidak memberikan dampak signifikan.

Krisis tetap terjadi dan bahkan semakin parah. Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar:
Jika RDP sudah dilakukan berkali-kali, mengapa kelangkaan tetap berulang? Dimana letak masalah sebenarnya?

Dugaan Penimbunan Menguat

Berdasarkan informasi lapangan, muncul dugaan adanya pihak tertentu—baik di level distributor maupun pengecer—yang menimbun Mitan. Bahkan disebutkan ada yang diduga memiliki bak penampung berkapasitas besar untuk menampung stok sebelum dijual kembali.

Jika dugaan ini benar, maka persoalan bukan hanya pada Pertamina. Ada indikasi permainan di jalur distribusi yang tidak transparan.

Karenanya, DPRD dan Pemda diminta tidak hanya memanggil Pertamina, tetapi juga memanggil distributor, pengecer, memeriksa gudang, melakukan uji petik, dan mengawasi distribusi secara langsung.

Publik Menanti Kepastian: Siapa yang Bertanggung Jawab?

Sampai kini, belum ada pihak yang secara tegas mengakui atau menjelaskan penyebab kelangkaan yang sudah mengganggu kehidupan masyarakat ini.
Pertanyaannya kemudian mengarah pada satu hal:

Siapa sebenarnya yang bermain dalam krisis Mitan ini? Pertamina? Distributor? Pengecer? Atau ada aktor lain yang mengatur perputaran pasokan?

Selama tidak ada langkah konkret dan tegas dari pemerintah daerah serta DPRD, krisis Mitan berpotensi terus berulang, meninggalkan masyarakat sebagai pihak yang paling dirugikan.(**)

Lebih baru Lebih lama