Suara dari Timur Apresiasi Kinerja Menteri KKP, Desak Keadilan Pengelolaan Laut Hingga Pelosok Negeri


Langgur, Lintas-Timur.co.id
- Suara dari pelosok Indonesia Timur kembali menggema, menyoroti kinerja Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) RI, Sakti Wahyu Trenggono, yang dinilai responsif, tepat, dan cepat dalam menangani berbagai persoalan strategis sektor perikanan nasional, khususnya yang berdampak langsung bagi wilayah timur Indonesia. Hal ini disampaikan masyarakat pesisir pada Jumat, 19 Desember 2025.

Masyarakat pesisir serta pelaku usaha perikanan di kawasan timur menilai, dalam kurun waktu kurang dari satu bulan, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mengambil dua kebijakan krusial yang patut diapresiasi.

Pertama, prioritas penerbitan izin usaha perikanan bagi daerah terdampak bencana, yang dinilai memberi ruang pemulihan ekonomi bagi nelayan tradisional dan pelaku usaha kecil di daerah. Kebijakan ini dianggap sebagai bentuk keberpihakan negara terhadap kelompok rentan di sektor kelautan.

Kedua, penerbitan petunjuk teknis Certificate of Admissible (CoA) yang mempermudah proses ekspor produk perikanan, khususnya rajungan ke pasar Amerika Serikat. Langkah ini membuka kembali akses pasar internasional yang sempat tersendat, sekaligus memberikan harapan baru bagi nelayan dan eksportir nasional.

“Kami melihat Menteri Kelautan dan Perikanan sangat responsif terhadap persoalan perikanan, terutama di wilayah Indonesia Timur. Ini langkah nyata yang patut diapresiasi,” ujar salah satu perwakilan masyarakat pesisir timur.


Meski memberikan apresiasi, masyarakat menegaskan bahwa perhatian pemerintah pusat tidak boleh berhenti pada kebijakan makro semata. Mereka berharap kebijakan tersebut benar-benar menyentuh nelayan di kawasan terpencil, terluar, dan tertinggal, seperti NTT, Papua, Maluku Utara, dan Maluku.

Pemerataan kebijakan dan keadilan dalam pengelolaan sumber daya laut menjadi tuntutan utama masyarakat.
“Kami berharap Menteri KKP tetap berlaku adil dan memberi perhatian khusus kepada nelayan di Indonesia Timur, agar ada rasa keadilan dan pemerataan. Tujuannya jelas, yakni peningkatan kesejahteraan nelayan,” tegasnya.

Lebih jauh, masyarakat juga menyoroti kebijakan penangkapan ikan terukur agar tidak sekadar menjadi program nasional di atas kertas, tetapi memberikan dampak nyata bagi daerah penghasil. Menurut mereka, aktivitas penangkapan ikan di wilayah Maluku dan kawasan timur lainnya tidak boleh lagi dilakukan tanpa melibatkan daerah secara langsung.

“Jika penangkapan ikan dilakukan di wilayah Maluku, maka bongkar muat, distribusi, serta arus keluar-masuk ikan harus melalui daerah kami. Jangan serta-merta dibawa keluar tanpa meninggalkan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal,” ungkap Sandi, perwakilan masyarakat, dengan tegas.

Masyarakat bahkan menyatakan penolakan keras terhadap praktik pengangkutan hasil tangkapan dari wilayah Indonesia Timur tanpa kontribusi ekonomi yang adil bagi daerah. Praktik tersebut dinilai merugikan nelayan lokal dan memperlebar kesenjangan pembangunan antarwilayah.
Sebagai penutup, masyarakat pesisir Indonesia Timur menyerukan kepada seluruh pimpinan daerah untuk segera mengambil langkah konkret, termasuk bertemu langsung dengan Presiden Republik Indonesia, guna menyuarakan keadilan pengelolaan sumber daya laut dan darat.

“Kami di Indonesia Timur bukan anak tiri Republik ini. Laut dan darat adalah milik bersama, dan hasilnya harus dibagi secara adil dan merata,” tegas Sandi mewakili suara masyarakat.

Seruan dari timur ini menjadi pengingat kuat bahwa keberhasilan kebijakan nasional tidak hanya diukur dari regulasi dan angka statistik, tetapi dari sejauh mana keadilan dan manfaatnya benar-benar dirasakan hingga ke pelosok negeri.(**)

أحدث أقدم