Kasus Dugaan Pemalsuan Kredit di BPR Modern Express Tual Dilaporkan ke Polisi


Langgur, Lintas-Timur.co.id
— Dugaan penyalahgunaan data dan tanda tangan dalam pengajuan kredit di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Modern Express Cabang Tual dilaporkan secara resmi ke Kepolisian Resor (Polres) Maluku Tenggara oleh Advokat Lopianus Y. Ngabalin, S.H., selaku kuasa hukum Julianus Rahangmetan.


Laporan tersebut tertuang dalam Surat Pengaduan tertanggal 13 Oktober 2025, yang diajukan berdasarkan Surat Kuasa Khusus ditandatangani Julianus Rahangmetan pada 11 Oktober 2025 di Tual. Dalam surat kuasa itu, Julianus memberikan kewenangan kepada kuasa hukumnya untuk mendampingi dan mewakilinya dalam proses pengaduan dan penyelidikan atas dugaan pemalsuan dan kejahatan perbankan di lembaga keuangan tersebut.

Kredit Dinyatakan Selesai Tahun 2024, Tapi Diperpanjang Hingga 2028

Dalam laporan yang ditandatangani Advokat Lopianus Ngabalin, disebutkan bahwa Julianus Rahangmetan adalah nasabah BPR Modern Express Cabang Tual sejak tahun 2016. Berdasarkan perjanjian awal, pembayaran kredit dilakukan selama delapan tahun (2016–2024) dan seluruh cicilan berjalan lancar tanpa tunggakan.

Namun pada tahun 2025, Julianus mengaku terkejut saat pihak bank menyampaikan bahwa masa kreditnya baru akan berakhir pada tahun 2028. Padahal, ia tidak pernah mengajukan perpanjangan kredit maupun permohonan pinjaman baru.

“Pemberi kuasa (Julianus) tidak pernah mengajukan kredit baru pada tahun 2018 sebagaimana dijelaskan pihak bank. Namun tanda tangan yang tercantum dalam Surat Permohonan Kredit Tahun 2018 bukan tanda tangan beliau,” tulis pengacara dalam surat pengaduan itu.

Dugaan Pemalsuan Dokumen dan Kejahatan Perbankan

Dalam surat pengaduan kepada Kapolres Maluku Tenggara, Advokat Lopianus Y. Ngabalin, S.H. menegaskan bahwa telah terjadi dugaan pemalsuan tanda tangan dan pengajuan kredit fiktif oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan mencatut nama Julianus Rahangmetan sebagai debitur.

Dalam mediasi internal, pihak BPR Modern Express sempat menunjukkan dokumen permohonan kredit tahun 2018 yang disebut-sebut diajukan oleh Julianus. Namun setelah diteliti, tanda tangan pada dokumen tersebut diduga kuat bukan milik Julianus Rahangmetan.

“Pihak bank menunjukkan bukti-bukti berupa surat permohonan kredit tahun 2018, namun tanda tangan yang tercantum bukan tanda tangan pemberi kuasa,” tegas Ngabalin dalam laporan tersebut.

Dua Saksi Dihadirkan

Dalam laporan resmi ke Polres Maluku Tenggara, Advokat Lopianus Ngabalin juga melampirkan dua nama saksi, yaitu Bertha Metubun (PNS, lahir di Weduar Feer, 9 Oktober 1962) dan Andarias Metubun (PNS, lahir di Weduar Feer, 29 Agustus 1969).

Keduanya merupakan rekan sekaligus warga yang mengetahui riwayat pinjaman Julianus sejak awal hingga munculnya kejanggalan perpanjangan kredit tahun 2018. Kedua saksi berdomisili di wilayah Kecamatan Kei Besar Selatan Barat, Kabupaten Maluku Tenggara.

Kuasa Hukum: “Kami Akan Kawal Hingga Tuntas”

Dikonfirmasi terpisah, Advokat Lopianus Y. Ngabalin, S.H., yang berkantor di Jalan Gajah Mada, Kecamatan Dullah Selatan, Kota Tual, menyatakan bahwa pihaknya akan mengawal proses hukum ini hingga tuntas.

“Kasus seperti ini tidak bisa dibiarkan. Jika benar terjadi pemalsuan tanda tangan atau manipulasi data kredit, maka itu adalah tindak pidana perbankan yang harus ditindak secara hukum,” ujarnya.

Harapan Pemberi Kuasa

Sementara itu, Julianus Rahangmetan berharap agar aparat penegak hukum dapat menegakkan keadilan dan mengungkap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas dugaan pemalsuan tersebut. Ia menegaskan, dirinya telah menyelesaikan kewajiban cicilan sesuai perjanjian awal dan tidak pernah mengajukan pinjaman baru pada tahun 2018.

“Saya hanya ingin nama baik saya dipulihkan, dan pihak-pihak yang memanfaatkan data saya tanpa izin harus mempertanggungjawabkan perbuatannya,” ujarnya melalui kuasa hukum.

Dasar Hukum Laporan

Dalam surat pengaduan tersebut, tindakan yang dilaporkan diduga melanggar Pasal 49 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, serta Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat.
Apabila terbukti, pelaku dapat dikenakan pidana penjara hingga delapan tahun.(**)

أحدث أقدم